Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts
Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts

Hari Aku Menyambut Anakku dan Mengirim Istriku Pergi

Kisah Inspiratif Hari Aku Menyambut Anakku dan Mengirim Istriku Pergi

Dylan Benson, seorang warga Kanada, mengungkapkan perasaan sedihnya di sebuah blog pribadi.

Pada akhir Desember tahun lalu Robyn, sang istri, mengalami pendarahan otak ketika masa kehamilannya berusia 22 minggu. Robyn mengalami muntah-muntah dan sakit kepala. Dylan menemukannya sudah tidak sadarkan diri sekembalinya dia dari apotik untuk membelikan istrinya obat.

Dari hasil pemeriksaan dokter, Robyn mengalami pendarahan otak di pusat otaknya yang menyebabkannya mengalami mati otak. Dokter pun mengupayakan untuk mempertahankan hidup Robyn demi menyelamatkan sang jabang bayi. Rencananya setelah usia kehamilannya dianggap cukup memadai, pihak rumah sakit akan melakukan bedah caesar.

“Di satu sisi, aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putraku dan berusaha memberikan kehidupan yang terbaik untuknya dan akan mengupayakan sekeras yang kubisa untuk menjadi seorang ayah yang baik untuknya,” ujar pria ini di blognya. “Namun di sisi lain aku menyadari bahwa hari ketika putraku lahir atau keesokan harinya akan menjadi hari di mana aku mengucapkan perpisahan pada Robyn.”

Pada hari Sabtu malam tanggal 8 Februari kemarin, bedah caesar selesai dilakukan, dan alat bantu yang beberapa minggu ini membantu mempertahankan nyawa Robyn, dilepas pada Minggu keesokan harinya.

Ketika sang suami, Dylan, berjuang mengumpulkan dana untuk biaya rumah sakit mereka, Robyn juga mungkin berjuang dalam komanya agar bisa bertahan demi kelangsungan hidup bayinya.


Kata-Kata Bijak:
“Orangtua-lah yang satu-satunya berkewajiban mencintai kita, dan dari seluruh jagad raya, kita juga harus berupaya mendapatkannya.”


Kisah Inspiratif - Ratusan Pesan Serbet Untuk Sang Putri

Kisah Inspiratif - Ratusan Pesan Serbet Untuk Sang Putri


Ketika divonis kanker dengan persentase hidup hingga 5 tahun hanya sebesar 8%, sang ayah satu ini meninggalkan kenang-kenangan indah untuk putri satu-satunya yang sungguh membuat haru.

Garth berusia 44 tahun dan telah didiagnosa mengidap kanker sebanyak tiga kali.

Sejak Emma, putrinya, masih duduk di kelas dua bangku sekolah dasar, Garth telah menuliskan pesan-pesan untuknya.

“Ini bukanlah cerita tentang kanker, sebab orangtua manapun bisa kapan saja tertabrak oleh mobil ataupun kena serangan jantung,” ujar Garth. “Sesungguhnya ini adalah tentang meninggalkan warisan agar dia bisa memahami beberapa filosofi hidupku dan juga betapa aku sangat mencintainya.”

Kisah Inspiratif - Pesan dari Ayah untuk Emma
Emma sayang, Segalanya tidak ada yang berlebih-lebihan. Terkecuali hal yang mengagumkan. Kau tidak akan pernah cukup memiliki hal yang mengagumkan. Salam cinta, Ayah.

Tidak ingin Emma melalui hari tanpa sebuah pesan darinya, Garth yang mengetahui dirinya bisa meninggal kapan saja, memutuskan untuk menuliskan satu pesan untuk setiap harinya dibaca putrinya saat di bangku SMA nanti.

“Aku bisa menuliskan pesan serbet sebelumnya, dan mempersiapkan mereka seandainya aku tidak bisa memenuhi janjiku sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi.”

Kisah Inspiratif - Pesan dari Ayah untuk Emma
Tulislah sesuatu yang layak untuk dibaca atau lakukanlah sesuatu yang layak untuk ditulis.

Setiap pagi dia menuliskan pesan yang baru untuk putrinya. Pesan tersebut hanyalah berupa pesan-pesan singkat untuk memberikan semangat pada Emma, agar dia bisa tersenyum.

Terkadang dia meminjam kutipan dari orang terkenal. “Sebagian dari pesan tersebut sebenarnya adalah surat-surat dariku untuk putriku. Mereka dimulai dengan, ‘Emma sayang,’ dan aku mengatakan sesuatu, dan kemudian menutupnya dengan, ‘Salam cinta, Ayah,’” ujarnya. “Aku mencoba mencampurnya karena jujur saja, terkadang dia perlu mendengar bahwa home run kemarin tidak akan memenangkan permainan hari ini, dan itu merupakan kutipan dari Babe Ruth.”

Kisah Inspiratif - Pesan dari Ayah untuk Emma
Emma sayang, Terkadang ketika aku membutuhkan sebuah keajaiban, aku akan menatap ke dalam matamu dan menyadari aku telah membuat sebuah keajaiban. Salam cinta, Ayah.
Emma mengatakan bahwa semua kawan-kawannya ikut bergantung pada pesan serbet miliknya itu sama dengan dirinya. “Aku suka pesan serbet karena beberapa alasan, bukan hanya alasan-alasan yang tampak nyata misalnya mengetahui bahwa ayahku memikirkanku atau mempelajari kutipan-kutipan baru,” ujar Emma. “Aku menyukai mereka karena mereka mengingatkanku untuk tidak selalu berharap segalanya telah ada, karena ayahku mulai jadi serius dengan mereka ketika dia mulai mengidap kanker untuk pertama kalinya.”

Total Garth akan menuliskan 826 pesan yang akan menemani hari-hari putrinya kala duduk di bangku SMA.

Kisah Inspiratif - 826 Pesan dari Ayah yang sedang sakit

Memang sungguh pilu rasanya karena Garth begitu cepat akan diambil dari sisi Emma. Tapi tentunya dengan pesan-pesan ini, sang putri akan selalu memiliki kenangan akan ayahnya, tahu bahwa ayahnya selalu memikirkan dirinya. Dan tentunya pesan-pesan darinya yang senantiasa akan menemani.

Hak cipta gambar oleh Garth Callaghan

Kisah Inspiratif - Mahasiswa Berbakti Yang Luar Biasa

Kisah Inspiratif - Mahasiswa Berbakti yang Luar Biasa

Decak kagum untuk mahasiswa satu ini. Guo Shijun namanya. Dedikasinya dalam merawat orangtuanya yang sakit sekaligus mengejar impiannya sungguh patut dicontoh.

Dengan kondisi kedua orangtua yang sakit, banyak orang mungkin tidak akan mencemooh atau menyalahkan Guo Shijun seandainya dia memutuskan untuk melepas pendidikannya. Namun mungkin sepertinya dia yang tidak akan memaafkan dirinya, dan karenanya bukannya melepas pendidikannya, dia justru berhasil membujuk pihak universitas untuk mengizinkan ayah Guo Shijun, yang lumpuh akibat kecelakaan kerja, tinggal di asramanya. Shijun berhasil masuk ke sebuah universitas ternama, dan membuat mereka kagum dengan dedikasinya dalam menghadapi rintangan hingga mengizinkannya membawa ayahnya ke asrama bersamanya untuk meringankan bebannya.

Berlatar dari keluarga yang miskin dengan masa kecil yang berat, di mana ibunya mengalami cacat mental akibat penyakit meningitis yang dideranya ketika Shijun masih kecil. Selama bertahun-tahun Shijun telah menjadi seorang perawat muda yang mengurus ibunya bersama dengan ayahnya, dan terlepas dari hal itu dia masih berhasil mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya.

Bebannya semakin bertambah ketika sang ayah terluka akibat terjatuh 15 meter dari jembatan yang sedang dikerjakannya di kota Liuan provinsi Anhui di Cina pusat dan menjadikannya lumpuh dari pinggang ke bawah. Kakek neneknya pun mengambil alih tugas mengurus ibu Shijun, tapi mereka tak bisa sekaligus merawat ayahnya pula, oleh karenanya dia menyewa sebuah kamar kecil dekat asrama kampusnya dan memindahkan ayahnya ke sana agar dia tak perlu terus bergegas-gegas memeriksa keadaan ayahnya di antara jam-jam pelajaran dan jam istirahat makan siangnya.

Kisah Inspiratif - Guo Shijun Membawa Ayahnya ke Asrama Kampusnya untuk Memudahkan Merawatnya

Terlepas dari segala rintangan yang dihadapinya dalam menyelesaikan pendidikannya, Guo Shijun berhasil mendapatkan beasiswa untuk membantu memuluskan jalannya.

Dan ketika ditanya mengenai pengalamannya ini, dia berkata: “Aku tidak bisa bilang hidup itu mudah, tapi satu-satunya jalan untuk keluar dari masalah adalah dengan bekerja keras. Karena aku tidak mengeluh.  Kurasa setelah aku lulus, berbagai hal akan jadi lebih baik.

Sekali lagi, salut padamu, Guo Shijun!

Kisah Inspiratif - Anak 6 Tahun Ajarkan Persahabatan

Kisah Inspiratif - Anak 6 Tahun Ajarkan Persahabatan


Kisah inspiratif kali ini mengisahkan tentang Vincent dan sahabatnya Zac Gossage, seorang anak yang belum lagi usianya genap untuk masuk SD namun telah didiagnosa lymphoblastic leukemia akut.

Setelah mulai masuk ke sekolah dasar, Zac harus melakukan berbagai prosedur medis untuk pengobatan leukemia-nya. Namun si kecil Zac juga tak pernah hentinya ingin terus bermain bersama sahabatnya, Vincent.

Ketika Vincent menyadari bahwa sahabatnya Zac sedang sakit, dia pun mulai memborbardir berbagai pertanyaan. Dia menyadari bahwa pengobatan tersebut makan biaya yang tinggi. Jadi sebagai seorang sahabat, apa yang kemudian dilakukan Vincent kecil sungguh membuat para orang dewasa berdecak kagum. Vincent mengumpulkan dana untuk Zac dengan melakukan penjualan syal. Dari penjualan tersebut, dana sebesar $200 berhasil didapatkannya.


Kisah Inspiratif - Vincent Menjual Syal Demi Sahabat


Tidak berhenti di situ. Rasa persahabatan Vincent juga ditunjukkannya dengan datang ke sekolah dengan kepala yang plontos. Katanya, dia tidak ingin Zac merasa aneh karena harus gundul sendirian, jadi diapun menggunduli kepalanya.


Kisah Inspiratif - Vincent Menggunduli Kepala Demi Sahabat

Vincent kecil berhasil menunjukkan bahwa seorang sahabat bisa menjadi pelipur lara terbaik yang pernah ada.


Kisah Inspiratif - Sahabat Merupakan Pelipur Lara Terbaik Yang Pernah Ada

Kisah Inspiratif - Putriku Tak Gentar Akan Penyakitnya

Kisah Motivasi dan Cerita Inspiratif

Cerita inspiratif kali ini dikisahkan oleh seorang ibu pada sebuah majalah terbitan Amerika. Sang Ibu memiliki seorang putri kecil bernama Laura yang mengidap penyakit disleksia. Disleksia itu sendiri merupakan sebuah penyakit di mana penderitanya mengalami kesulitan dalam belajar yang umumnya dalam hal membaca dan menulis.

Di hari ulangtahun putrinya yang ke delapan, si Ibu telah berjanji akan membacakan sebuah buku di hadapan teman-teman kelas Laura. Sepanjang malam sebelum hari tersebut datang, dia terus mengkhawatirkannya. Paginya pun saat sedang sarapan si Ibu memastikan lagi pada putrinya.

“Kau yakin, Laura, buku itu yang kauingin Ibu bacakan?”

Laura mendongakkan kepalanya dari sereal di mangkuknya, lalu menatap ibunya seraya berkata, “Ya, Bu, aku yakin. Bu Little bilang agar meminta Ibu membacakan buku favoritku dan 'Thank You, Mr. Falker' adalah buku favoritku.”

Ibunya tahu Laura menyukai buku itu, dan ibunya juga menyukai buku tersebut. 'Thank You, Mr. Falker' adalah buku karangan Patricia Polacco, seorang penulis buku anak-anak, yang mengisahkan tentang perjuangan Patricia Polacco sendiri di masa sekolahnya sebagai seorang pengidap disleksia.

Di buku tersebut Patricia Polacco bercerita bagaimana dia digoda dan dikerjai oleh teman-temannya. Di saat dia di kelas 5, Mr. Falker, gurunya, menyadari bahwa Patricia kecil mengalami ketidakmampuan dalam belajar dan karenanya mengajari dia untuk membaca. Di akhir kisah buku Patricia menceritakan tentang pertemuannya dengan Mr. Falker beberapa tahun kemudian dan memberitahukan padanya bahwa dia kini adalah seorang penulis dan seniman. Dan itu berkat kontribusi besar Mr. Falker dalam mengubah hidupnya.

Karenanya besar sekali arti buku tersebut bagi Laura yang setahun sebelumnya didiagnosis mengalami gangguan dalam belajar berbahasa, dengan kata lain disleksia.

Pada awal tahun ajaran di kelas dua, Laura tidak mampu dalam membaca. Namun itu sama sekali tidak menjadi hambatan baginya. Dia memiliki banyak pendapat dan berani untuk mengungkapkannya. Dia menceritakan berbagai kisah-kisah karangannya dan seperti halnya Patricia kecil, penulis buku favoritnya tersebut, Laura juga bisa dibilang memiliki bakat seni.

Guru-gurunya meyakinkan kedua orangtua Laura bahwa Laura suatu saat pasti akan belajar bagaimana membaca. Meskipun orangtua Laura mempercayai hal tersebut, namun tak pelak mereka bertanya-tanya akan makan waktu berapa lama itu? Apa saja yang mesti dilepas Laura selama itu? Apa yang akan dikatakan teman-teman kelasnya di saat Laura tidak bisa membaca layaknya mereka? Bagaimana cara mereka membangkitkan kepercayaan diri Laura padahal keterampilan yang paling ditekankan di sekolah, gagal dilakukannya?

Mereka memohon pada Tuhan agar melindungi Laura dan menerangi jalannya. Agar Laura bisa jadi seseorang yang cerdas dan kreatif. Mereka tidak menginginkan penyakit disleksia yang menjadi penentu nasib Laura.

Saat-saat mencemaskan itupun tiba. Inilah waktunya untuk membacakan buku favorit Laura tersebut di hadapan teman-teman kelasnya. Dan ibu Laura masih terus bimbang.

Sungguhkah sudah benar membacakan cerita tentang anak penderita disleksia di hadapan teman-teman kelas Laura?
Tidakkah penjelasan secara gamblang dalam buku tersebut bagaimana penulis telah dikerjai akibat penyakitnya akan menjadi satu alasan bagi teman-teman Laura untuk turut menyakitinya?
Maka acara membaca tersebut bukan lagi kado yang menyenangkan bagi Laura, melainkan sebuah penderitaan.

Namun ibu Laura akhirnya membuka buku tersebut dan mulai membacanya. Teman-teman Laura membentuk setengah lingkaran dan memusatkan perhatian pada ibu Laura.

Saat tiba di bagian bagaimana Patricia kecil di kerjai habis-habisan oleh teman-temannya, ibu Laura membaca kata-kata penghinaan yang tertera di sana dengan suara keras seraya hatinya meringis.

“Tolol.” “Bodoh.” “Dungu.”

Ibu Laura tak sanggup membayangkan bagaimana bila kata-kata kasar tersebut diujarkan teman-teman kelas Laura padanya.

Kemudian ibu Laura sampai ke bagian di mana Patricia kecil mengucapkan terima kasih pada Mr. Falker, karena berkat dia, gadis itu bisa mengetahui bahwa ketidakmampuannya dalam belajar menjadi penyebab segala rintangannya selama ini.

Pada saat itulah Laura mengangkat tangannya dan berujar, “Berhenti.” Ibunya menatapnya dengan bingung. “Bu, boleh aku mengatakan sesuatu?”

'Tidak. Apa yang akan dikatakan Laura? Semoga dia tidak mendengar suara debaran jantungku.' bisik ibu Laura dalam hati. “Tentu saja, Sayang. Apa yang kauingin sampaikan pada teman-teman kelasmu?”

Laura menatap teman-teman kelasnya, dia berdehem dan kemudian, “Aku memiliki apa yang dimiliki gadis itu. Aku menderita disleksia. Aku seperti Patricia Polacco.” “Kalian tahu aku seorang seniman yang baik dan mungkin itulah alasan kenapa otakku butuh waktu yang lama untuk membaca. Tapi aku sangat pintar dan aku akan tumbuh menjadi seorang penulis. Seperti Patricia Polacco.” Suara Laura tidak terdengar malu maupun ragu. Dia penuh percaya diri, dan bahkan ada rasa bangga. Dia kemudian berbalik pada ibunya, “Baik, Bu, lanjutkanlah ceritanya.”

Ibunya pun lanjut membacakan buku tersebut hingga sampai ke bagian ketika Patricia dewasa bertemu kembali dengan gurunya dan berkata, “Mr. Falker, aku membuat buku untuk anak-anak.” Sejenak ibu Laura terhenti dan menatap pada anak-anak, mereka begitu terkesima dengan cerita buku tersebut. Ternyata bukan hanya anak-anak teman Laura, guru Laura pun berlinangan air mata mendengarnya.

Mereka saling bertatapan dan masing-masing menyadari sesuatu yang indah, sesuatu yang luar baru saja terjadi.

Orangtua Laura berdoa agar disleksia tidak menjadi penentu nasib Laura. Namun disleksia memang telah menjadi penentu nasib Laura. Tuhan menggunakan kekurangan Laura dalam membaca untuk menjadikan Laura berani, memicu impian-impiannya dan kepercayaan dirinya. Dia melihat bagaimana ketidakmampuannya tersebut menjadi suatu motivasi, kekuatan dan bukan sebagai suatu belenggu.

Dua tahun telah berlalu semenjak acara membaca tersebut. Dan teman-teman kelas Laura tidak pernah memikirkan tentang bagaimana dia ternyata seorang penderita disleksia. Mereka justru membantunya di kala Laura membutuhkan.

'Thank You, Mr. Falker' masih menjadi salah satu buku favoritnya dan kini telah berbagi rak dengan Harry Potter.

Laura masih penuh dengan pendapat-pendapat dan masihlah seorang seniman yang lumayan baik. Dia sangat suka menulis cerita. Ejaannya memang unik, tapi itu tidak menghentikannya menuang segala cerita yang ada di benaknya ke atas kertas.

Laura berharap suatu hari dapat berterima kasih secara langsung pada Patricia Polacco yang mana diperkirakannya akan terjadi di acara pertemuan para pembaca. Itu karena Laura berencana untuk menjadi seorang penulis terkenal, aktor dan juga penyanyi.

Suatu kala, hasil seperti itu mungkin bisa diragukan. Tapi dengan berkah-berkah hadiah yang diberikan pada Laura, apapun mungkin saja terjadi.

Karena itulah kawan-kawan Kisah Motivasi yang budiman, jangan pernah merasa malu ataupun terpuruk dengan segala kekurangan yang anda miliki. Jadikanlah itu sebagai satu motivasi seperti Patricia kecil atau Laura kecil yang tidak ingin dibelenggu oleh penyakit disleksia yang mereka derita.


Kata Inspiratif: Ketidakmampuan atau kecacatan merupakan jalan untuk mendapatkan suatu ke-ekstremitas, semacam situasi yang sangat sulit, yang melemparkan cahaya yang menarik pada orang-orang.

Diceritakan kembali oleh Why untuk Kisah Motivasi

Kisah Inspiratif - Berbagi Keajaiban


Kabar buruk itu sampai juga di telinga Doni. Dia divonis kanker paru-paru oleh dokter. Kisah kehidupannya yang sebelumnya sering dia bangga-banggakan kini serasa hancur tiada arti lagi. Doni tahu kanker paru-paru merupakan penyebab kematian paling utama dibandingkan kanker-kanker lainnnya. Namun tak ingin lama-lama tenggelam dalam kesedihan, dicobanya segala cara untuk menyembuhkan penyakit yang tengah menggerogoti tubuhnya itu, bahkan dia tak segan-segan mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan perawatan terbaik di salah satu rumah sakit ternama di luar negeri. Berbagai pengobatan dan sesi kemoterapi telah dilaluinya. Namun keberuntungan tak berpihak padanya. Keadaannya tak kunjung membaik, bahkan hanya semakin memburuk. Kanker stadium IV kini bercokol di paru-parunya. Keluarganya mencoba untuk memberikan motivasi dan semangat agar dia tak menyerah.

Satu ketika dia menemukan alamat seseorang yang konon katanya mampu menyembuhkan kanker ganas sekalipun. Doni mendatangi kediaman orang tersebut, diceritakannya tentang riwayat penyakitnya kepada Pak Syukur, nama orang itu, yang berjanji akan berusaha untuk menyembuhkan Doni.

Waktu berlalu, meskipun kondisi Doni mulai agak membaik tapi kanker itu masih bersarang di tubuhnya. Doni menyadari waktunya yang semakin menipis.

"Tak adakah pengobatan lain yang bisa membantuku, Pak?" tanya Doni saat rasa ketakutan akan kematian mulai menguasai benaknya. "Aku sering mendengar tentang keberhasilan anda dalam menyembuhkan pasien-pasien lainnya... Lalu apa yang terjadi denganku?"

Pak Syukur menghembuskan napas, dan mencoba untuk menyabarkan Doni, "Nak Doni, aku hanyalah seorang manusia biasa yang hanya bisa berupaya untuk memberikan pengobatan terbaik untuk pasien-pasienku.", "Aku mungkin telah membantu meringankan sakit itu, namun keajaibanlah yang telah menyembuhkan mereka." tambahnya pelan.

"Keajaiban?" sesaat Doni tertegun. "Seandainya di dunia ini ada dijual keajaiban, aku rela membayar berapa pun meski harus menghabiskan seluruh hartaku." sahut Doni lemah meratapi ketidakberuntungannya.

Pak Syukur berpikir sejenak lalu beliau mulai menuliskan sesuatu dan menyerahkannya kepada Doni. "Datangilah tempat ini, Nak Doni.", "Tempat dimana mungkin kamu bisa membeli keajaiban itu."

"Be.. benarkah?" tanya Doni ragu, ia takkan mudah percaya hal mustahil seperti itu.

"Cobalah kau datangi, tak ada salahnya kan?"

"Seandainyapun tempat ini memang benar menjual keajaiban, lalu dengan apa aku bisa membelinya, Pak?"

Kembali Pak Syukur menyerahkan selembar catatan yang lain. "Bacalah setibanya engkau di tempat itu."

Pada awalnya Doni tidak memperdulikannya, namun berselang beberapa hari akhirnya dia mendatangi juga tempat yang dimaksud oleh Pak Syukur.
Akan tetapi betapa terkejutnya Doni setelah mendapatkan tempat yang menjadi tujuannya ternyata adalah sebuah masjid kecil yang indah. Doni mengambil lembaran kertas yang satu lagi dan membaca pesan yang tertulis di dalamnya.

  • 'Sesungguhnya kamu bisa mendapatkan keajaiban itu dimana saja dan kapan saja. Tetapi alangkah baiknya jika engkau mencarinya langsung di rumahNya... Dan untuk bayarannya? Sekarang berbaliklah dan cobalah memposisikan dirimu sebagai seseorang yang hendak menikmati sebuah karya seni yang tak sedikitpun bagian akan terlewatkan oleh pandanganmu... Bukalah matamu, nak...'

Doni membalikkan tubuhnya, dilihatnya sebuah panti untuk penderita cacat berdiri tepat di seberang jalan. Beberapa pengemis dan anak jalanan di sepanjang jalan tak luput pula dari perhatiannya, mereka mencoba menghampiri beberapa orang yang berseliweran demi meminta sedikit rejeki untuk sesuap nasi. Kembali Doni melanjutkan membaca catatan Pak Syukur.

  • '... Berdoa, memohonlah dengan tulus kepada Sang Pemberi Keajaiban dan lakukanlah kebaikan dalam hidupmu, anakku. Begitulah harga yang mungkin bisa kau berikan untuk mendapatkan keajaiban yang kau cari. Dan niscaya bila Dia berkehendak, keajaiban itupun akan datang...'

Masih terus dibacanya pesan yang tertulis di kertas itu. Dan tanpa Doni sadari, setetes dua tetes air mata kini membasahi pipinya. Dia mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali dia bersujud menghadapNya? Akh... Tak bisa diingatnya lagi... Dan diapun menyadari betapa alpanya dia selama ini.

Doni mulai mengisi hari-hari tak lagi hanya untuk mengobati penyakit yang menderanya, kini diapun taat melaksanakan ibadah dan banyak membantu orang-orang yang membutuhkan. Dia tak lagi hanya peduli akan dirinya sendiri, melainkan mulai melihat orang-orang lain di sekitarnya. Beberapa hal yang terabaikan olehnya selama bertahun-tahun.

Hari berganti minggu... Minggu berganti bulan...

Di suatu hari yang cerah, lima bulan semenjak Doni menginjakkan kakinya pertama kali di masjid kecil itu... Kini ia terbaring lemah di sebuah pembaringan rumah sakit, sudah tiga hari ini kondisi kesehatannya benar-benar menurun. Bayangan peristiwa-peristiwa beberapa bulan terakhir berkelebat di benaknya.

Doni memandang Pak Syukur yang duduk di sisi tempat tidur, Doni memang sengaja memintanya datang. Ia tersenyum,

"Bapak masih ingat kejadian beberapa bulan lalu saat aku bertanya-tanya apakah aku bisa menemukan sebuah keajaiban yang dapat menghilangkan penyakitku?" Pak Syukur mengangguk pelan, "Menemukan mesjid yang indah dan tenteram itu, telah membuka mataku betapa lalainya aku selama ini. Sejak hari itu aku mendekatkan diri padaNya, aku banyak berdoa, memohon ampunan dan rahmatNya. Tak lupa aku menyumbangkan sebagian penghasilanku untuk menolong mereka yang membutuhkan bantuan." sesaat Doni terdiam, ia mencoba meredam rasa sakit yang berkecamuk di dadanya. "Untuk semua yang telah aku lakukan, telah aku berikan beberapa bulan ini, Allah ternyata masih tak berkenan memberikan keajaiban itu untukku." ujarnya dengan nada getir.

Doni kembali memandang lelaki tua bersahaja yang masih setia menemaninya, "Tapi aku tak bersedih, pak..." lanjutnya, "Aku tak marah atas apa yang menimpaku, dan aku tak menyesal telah berbuat kebaikan pada mereka meskipun awalnya aku mengharapkan sebuah kesembuhan dari Allah sebagai balasannya. Kini aku merasa lebih tenang, lebih bahagia, dan lebih dekat padaNya."

Meskipun terlihat pucat namun di wajahnya terpancar senyum kebahagiaan itu, "Pesan terakhir bapak di catatan yang aku baca lima bulan lalu, lagi-lagi membuka mataku untuk yang kedua kalinya..."

Sore itu, dengan didampingi istri dan anaknya, Doni mengehembuskan nafas terakhir dengan tenang.

  • 'Dan pesanku yang terakhir, nak. Tak semua orang cukup beruntung bisa mendapatkan keajaiban dariNya. Dan bila engkau termasuk di antara yang tak beruntung itu, janganlah bersedih, janganlah kecewa. Karena engkau sendiri pun akan memberikan keajaiban-keajaiban untuk kaum-kaum tak mampu yang membutuhkan begitu banyak keajaiban demi mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Dan itu, tak kalah berharganya...'


Sebaiknya kita memberi sama halnya seperti kita akan menerima, dengan riang, cepat, dan tanpa keraguan;
Karena sesungguhnya tidak ada karunia dari manfaat yang menempel pada jari-jari kita.

Inspirational Quote:
“The value of a man resides in what he gives and not in what he is capable of receiving.” - Albert Einstein

Kisah Inspiratif - Pisau dan Pohon

Kisah Motivasi dan Cerita Inspiratif

Kisah Inspiratif Pisau dan Pohon merupakan salah satu kisah inspiratif yang menggambarkan pentingnya mengendalikan amarah yang bergejolak dalam dada kita.

Romy adalah seorang pemuda yang cepat marah, tidak jarang dia membentak istrinya habis-habisan. Setiap kali ada perkara yang menurutnya tidak benar meskipun hanya sebuah masalah kecil dia akan langsung menyalahkan sang istri dan memarahinya.

Suatu hari ayahnya mendapati keributan yang terjadi dalam rumah tangganya. Ayahnya pun memanggil Romu dan mengajaknya ke suatu tempat. Ternyata mereka tiba di sebuah pohon besar di pinggir danau. Sang Ayah menyerahkan sebilah pisau dan menyuruhnya melemparkan pisau tersebut ke batang pohon di hadapan mereka.

"Untuk apa?" tanya Romy.

"Lakukan saja!" perintah ayahnya keras.

Dengan malas Romy melaksanakannya. Pisau dia lemparkan dengan asal ke arah pohon tersebut. Namun ternyata hanya membentur batang pohon dan terjatuh ke tanah.

"Ayah, jika Ayah mengharapkan aku mampu melempar pisau hingga menembus kulit pohon itu, Ayah sama saja dengan bermimpi. Seandainya pun aku ahli dalam melempar pisau, tapi tidak bisakah Ayah lihat betapa tebalnya kulit pohon itu? Mustahil aku melakukan itu, Ayah."

Tidak mengindahkan ucapan putranya, ayahnya kembali menyuruh Romy mengulangi melempar pisau. Berulangkali dia mencobanya, pada awalnya ia kembali gagal, gagal, dan gagal. Tetapi sekali, dua kali ia akhirnya berhasil menancapkan pisau di batang pohon yang besar tersebut meskipun tidak begitu dalam.

Namun sang Ayah belum puas rupanya, dia terus meminta Romy untuk melanjutkannya. Sementara Romy yang mulai kehilangan kesabaran akhirnya tidak tahan lagi.

"Pak Tua! Aku tidak peduli apabila dirimu adalah ayahku. Tapi aku sama sekali tidak mengerti dengan keinginanmu, apa pentingnya pisau dan pohon ini hingga aku harus menghabiskan waktuku di tempat ini?"

"Dasar anak muda jaman sekarang, melakukan hal sekecil ini saja tak becus. Berhentilah menjadi sok jagoan jika melempar pisau saja kau tak mampu!" tegur ayahnya dengan suara lantang sembari mencabut pisau yang masih tertancap.

Romy benar-benar tidak bisa lagi mengontrol emosinya.

"Berikan pisau itu, akan aku buktikan betapa hebatnya aku. Tak ada hal yang tak bisa aku lakukan!" sentaknya marah dan kemudian dengan penuh amarah di lemparkannya kembali pisau tersebut. Kali ini tidak diragukan lagi pisau itu menghujam batang pohon begitu dalam. "Kau lihat itu!" serunya menatap lelaki tua di hadapannya dengan tatapan menantang. "Aku bisa melakukannya!".

Ayahnya hanya tersenyum, sembari berjalan mendekati pohon itu ia berujar pelan, "Kau benar, anakku, kau bisa melakukannya." Dengan mengeluarkan tenaga yang lumayan besar dicabutnya pisau dari pohon yang ternyata benar-benar tertancap kuat, "Dengan luapan emosi seperti itu apapun bisa kau hancurkan, anakku...", "Kemari dan lihatlah ini..." panggilnya.

Romy yang mulai bisa mengatur emosinya kini hanya terdiam bingung sembari mendekati ayahnya.

"Apakah kau dapat melihat lubang yang ditinggalkan oleh pisau ini? Dapatkah kau melihat dalamnya kerusakan yang diakibatkan oleh lemparan pisau di kala kau sedang marah? Apakah menurutmu pohon ini akan kembali seperti sedia kala?", "Kurang lebih seperti itulah bekas yang akan kau tinggalkan setiap kali engkau mengambil sebuah tindakan untuk melampiaskan amarahmu. Tidak akan menjadi masalah jika engkau melampiaskannya pada masalah-masalah yang mengakibatkan amarahmu muncul, bila untuk mencari jalan keluar dalam mengatasinya. Namun pernahkah kau berpikir luka seperti apa yang akan kau berikan apabila kau melampiaskan setiap amarahmu kepada seseorang? Seseorang yang mempunyai hati dan perasaan."

"'Maaf' mungkin bisa menyembuhkannya, tapi takkan pernah bisa menghapus bekas luka yang telah ditimbulkannya..."

Kata Inspiratif: Berbicaralah saat kau marah dan kau akan mengatakan perkataan yang akan kau sesali selamanya. - Ambrose Bierce



Kisah Inspiratif - Pisau dan Pohon oleh Kisah Motivasi

Renungan Inspiratif - Si Jelek



Semua orang di kompleks apartemen saya tinggal tahu siapa si Jelek itu. Jelek adalah seekor kucing jantan. Jelek mencintai tiga hal di dunia ini: berjuang, makan sampah, dan cinta.

Ketiga hal-hal ini kemudian dikombinasikan dengan kehidupan, sangat berpengaruh terhadap Jelek. Kita memulai dengan, dia hanya memiliki satu mata, dan di mana mata yang lainnya hanyalah sebuah lubang menganga. Dia juga kehilangan telinga pada sisi yang sama, kaki kirinya terlihat seperti pernah mengalami luka patah yang parah, dan telah sembuh pada sudut yang tidak alami, sehingga membuatnya terlihat seakan-akan selalu seperti hendak berbelok.

Ekornya telah lama hilang, dan hanya menyisakan potongan terkecil. Si Jelek adalah kucing berbulu dengan garis abu-abu gelap, kecuali luka yang menutupi kepala, leher, dan bahkan bahunya dengan tebal, koreng yang menguning. Setiap kali seseorang melihat si Jelek hanya akan ada satu reaksi yang sama. "Kucing itu sangat JELEK!"

Semua anak-anak diperingatkan untuk tidak menyentuhnya, orang dewasa melempar batu ke arahnya, menyiramnya ketika ia mencoba datang ke rumah-rumah mereka, atau membanting pintu ketika ia tidak beranjak pergi. Jelek selalu memiliki reaksi yang sama. Jika Anda menyiramkan air padanya, ia akan berdiri di sana, basah kuyup sampai Anda menyerah dan berhenti. Jika Anda melemparkan sesuatu padanya, ia akan meringkukkan tubuh di sekitar kaki seakan memohon ampunan.

Setiap kali dia melihat anak-anak, dia akan datang berlari mengeong dengan tergila-gila dan menyundulkan kepalanya ke tangan mereka, mengemis akan cinta mereka. Jika seseorang mengangkatnya ia segera akan mulai mengisap di baju Anda, anting-anting, atau apa pun yang bisa ia temukan.

Suatu hari Jelek membagi kasih sayangnya dengan anak anjing tetangga. Tapi mereka tidak merespon baik, dan Jelek dianiaya dengan sangat parah. Dari apartemen saya, saya bisa mendengar jeritannya, dan saya mencoba untuk bergegas membantunya. Pada saat saya sampai di mana ia terbaring, tampak jelas kehidupan si Jelek yang menyedihkan hampir berakhir.

Jelek tergeletak di genangan air, kaki belakang dan punggung bawah memutar keluar dari bentuk seharusnya, tetes air mata mengalir di bulunya. Saat saya mengangkatnya dan berusaha untuk membawanya pulang, saya bisa mendengarnya mendesah dan terengah-engah, dan bisa merasakan dia tengah berjuang. "Saya pasti telah menyakitinya dengan sangat," pikir saya. Lalu saya merasakan tarikan yang saya kenal, sensasi hisapan di telinga saya.

Jelek, merasakan kesakitan yang teramat sangat, menderita dan sekarat namun ia berusaha mengisap telingaku. Saya menariknya lebih dekat, dan ia menabrak telapak tangan saya dengan kepalanya, lalu ia berbalik dan memandang dengan satu mata emasnya ke arah saya, dan saya bisa mendengar suara dengkurannya dengan jelas. Bahkan dalam rasa sakit terbesar, si kucing jelek dengan bekas luka itu berjuang untuk meminta kasih sayang sedikit saja, mungkin beberapa belas kasihan.

Pada saat itu saya pikir Jelek adalah makhluk yang paling indah yang pernah kulihat. Tak pernah sekali pun dia mencoba untuk menggigit atau mencakar saya, atau bahkan mencoba melarikan diri dari saya, atau meronta-ronta dengan cara apapun. Jelek hanya menatapku dan benar-benar percaya saya dapat menghilangkan rasa sakitnya.

Jelek meninggal dalam pelukanku sebelum saya bisa masuk ke dalam rumah, tapi saya duduk dan menggendongnya untuk waktu yang lama setelah itu, berpikir tentang bagaimana satu bekas luka, sedikit cacat bisa mengubah pendapat saya tentang apa arti dari kemurnian semangat, untuk mencintai dengan penuh dan sungguh-sungguh.

Jelek mengajarkan saya lebih tentang memberi dan kasih sayang daripada ajaran seribu buku, kuliah, atau talk show spesial, dan untuk itu saya akan selalu bersyukur. Dia telah terluka di luar, tapi saya telah terluka di dalam, dan sudah waktunya bagi saya untuk maju dan belajar untuk mencintai sungguh-sungguh dan mendalam.

Sudah waktunya untuk memberi kepada semua orang yang saya sayang. Banyak orang ingin menjadi kaya, lebih sukses, disukai, indah, cantik, tampan, tapi bagi saya, saya akan selalu berusaha menjadi seperti si Jelek. Tak kenal menyerah.

Renungan Inspiratif - Si Jelek oleh Kisah Motivasi

Kisah Inspiratif - Jendela Kehidupan

Kisah Inspiratif

Kisah inspiratif kali ini mengisahkan tentang dua orang pria paruh baya yang menjadi pasien di sebuah rumah sakit.

Mereka berada dalam satu kamar yang sama. Roy dan David, kedua pria tersebut telah berada di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama. Roy mendapatkan ranjang yang letaknya dekat dengan pintu kamar mereka, sementara ranjang untuk David berada di samping jendela.

Sekali sewaktu dalam seharinya, demi mengusir kejenuhan, David mencoba bangun dari ranjangnya dan memandang keluar jendela. Diceritakannya kepada Roy, bagaimana ia dapat melihat angsa-angsa yang berenang di danau kecil di dekat rumah sakit, atau burung-burung yang berkejaran di langit biru. Bunga berbagai warna yang bermekaran di sisi gedung. Dan sekali David bahkan menceritakan tentang parade yang dilihatnya di jalanan.

Roy yang meskipun tak dapat melihat semua itu, namun ia dapat membayangkan persis keadaannya seperti yang dituturkan oleh David.

Hari-hari berlalu, David terus menceritakan berbagai pemandangan yang dilihatnya di luar jendela. Perlahan timbul pun rasa iri dalam diri Roy, ia merasa ini semua tak adil. Mengapa hanya David yang dapat melihat semua pemandangan itu? Roy berpikir, ia akan rela melakukan apa saja demi dapat melihat pemandangan di luar jendela yang telah lama tak dapat ia saksikan tersebut.

Dan pada suatu malam Roy yang tak dapat memejamkan matanya terus memandang ke arah jendela.

Lalu ia pun kemudian mendengar suara bergumam pelan, dan Roy mengalihkan perhatiannya ke ranjang teman sekamarnya. Dilihatnya tubuh David berkejang-kejang sembari tangannya memegang jantungnya yang terasa sakit. Roy bisa saja memencet tombol di sisi ranjangnya untuk memanggil perawat demi memberikan pertolongan pada David, namun ia tak melakukannya.

Pagi harinya, perawat menemukan tubuh David yang terbujur kaku di ranjangnya. Dokter pun menyatakan dia telah meninggal dunia. Mendengar berita itu, Roy lalu bertanya kepada perawat apakah ia diperbolehkan untuk pindah ke ranjang di dekat jendela tersebut. Perawat pun menyetujuinya.

Sesaat setelah perawat membantu memindahkannya ke ranjang tempat David berbaring sebelumnya, Roy pun segera mengalihkan pandangannya mencoba melihat pemandangan di luar jendela yang telah lama sekali ia impikan dan hanya bisa ia dengarkan dari cerita-cerita David.

Namun Roy hanya bisa tertegun ketika mendapati dirinya tengah memandangi tembok besar, satu-satunya pemandangan yang bisa ia lihat melalui jendela tersebut.


Kata Inspiratif:
“Untuk mendapatkan nilai utuh dari kegembiraan, Anda harus memiliki seseorang untuk membaginya.” – Mark Twain

Kisah Inspiratif - Jendela Kehidupan oleh  Kisah Motivasi

Kisah Inspiratif - Obat Terbaik


Selama dua dekade, pada abad ini, beberapa bayi (dalam jumlah yang besar) di bawah umur 1 tahun harus menghabiskan waktu mereka berada di rumah sakit dan beberapa institusi anak-anak dan beberapa dari mereka meninggal dengan alasan yang tidak jelas. Di beberapa institusi, adalah hal yang biasa kasus-kasus bayi dengan kondisi yang sangat serius dalam catatan administrasi mereka dituliskan kata “tidak ada harapan”.
Di antara beberapa dokter yang sehari-harinya sering dihadapkan dengan angka kematian bayi yang tinggi adalah Dr. Fritz Talbot dari sebuah klinik anak-anak di Dusseldorf. Dr. Talbot memiliki kesuksesan yang luar biasa dalam menangani anak-anak yang sakit. Selama bertahun-tahun, dia selalu diikuti oleh kelompok dokter rumah sakit yang ingin mencari cara baru untuk menangani penyakit anak-anak.
Salah satu diantara dokter tersebut adalah Dr. Joseph Brennermann, yang menceritakan kisah ini.
“Seringkali kami mendatangi seorang anak yang telah dinyatakan tak dapat tertolong lagi. Dan dengan beberapa alasan anak ini dinyatakan tak memiliki harapan. Dan ketika hal ini terjadi, Dr. Talbot akan mengambil tabel catatan kesehatan anak itu dan menuliskan beberapa resep obat yang tak dapat ditemukan. Dan dalam kebanyakan kasus, formula ajaib tersebut berkhasiat dan si anak berangsur membaik. Kecurigaanku timbul dan aku berpikir apakah mungkin dokter yang terkenal ini telah mengembangkan jenis obat baru yang mujarab?”
“Suatu hari, aku kembali ke bangsal anak-anak itu dan mencoba untuk menterjemahkan catatan resep Dr. Talbot. Tapi aku tak beruntung, dan lalu aku mendatangi kepala perawat dan menanyai apa resep obat yang diberikan Dr. Talbot tersebut.”
“’Anna.’ jawabnya. Lalu ia kemudian menunjuk seorang nenek perempuan yang sedang duduk di sebuah ayunan yang besar dengan seorang bayi di pangkuannya. Perawat tersebut kemudian melanjutkan: ‘Kapanpun disaat kami mendapatkan seorang bayi yang padanya telah kami lakukan segala cara untuk menyembuhkannya namun gagal, kami membawa bayi tersebut kepada Anna. Dia lebih berhasil dibandingkan semua dokter dan perawat di institusi ini.’”

Bahan Renungan:


Obat yang paling mujarab adalah cinta.
Cinta dapat menyembuhkan. Cinta adalah doa, doa dari mereka yang mencintai dan menyayangi kita.
Dan dengan dicintai akan memberi kita kekuatan terbesar.
Cinta itu pelajaran. Cinta adalah hikmah, adalah kebenaran. Mencintai orang lain adalah pelajaran berharga. Mencintai hidup adalah pelajaran terpenting. Kita akan hidup lebih baik.

Kata Inspiratif:
‘Cinta menyembuhkan orang, mereka yang menerima maupun yang memberikannya.’ - (Karl Menninger)

Kisah Inspiratif - Obat Terbaik oleh  Kisah Motivasi

Kisah Inspiratif - Jangan Membentak Anak

Kisah Inspiratif - Jangan Membentak Anak

Sebuah kisah mengharukan yang mengajarkan kita untuk tidak bertindak berlebihan dalam menghadapi kenakalan anak-anak. (kisah ini diambil dari salah satu forum)
Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang di sore hari, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini ???”
Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan “Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayah.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu.” jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja!” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah. “Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. Ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu.”, katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil?... Dita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?… Bagaimana Dita mau bermain nanti?… Dita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.
Buat anda yang telah menjadi orang tua atau calon orang tua. Ingatlah….semarah apapun anda, janganlah bertindak berlebihan. Sebagai orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita khususnya pada anak-anak yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa-apa. Dalam menyikapi kenakalan anak kecil, kiranya kita sebagai orang dewasa dapat lebih bersabar, karena itulah ‘anak kecil’ dalam benak mereka belum terpatri begitu banyak tentang ‘baik dan buruk’ tugas kitalah untuk mengajarkannya. Namun mengajarkan mereka tentang hal yang benar dan yang salah tidaklah perlu dengan kekerasan. Dan ingatlah, anak adalah anugerah dan amanah yang dititipkan oleh Tuhan untuk kita rawat dan bimbing.


Kisah Inspiratif - Jangan Membentak Anak oleh Kisah Motivasi

Kisah Inspiratif - Guru Spesial



Beberapa tahun yang lalu professor di John Hopkin memberikan sebuah tugas kepada sekelompok siswa yang baru saja lulus: Pergi ke daerah kumuh. Bawalah 200 anak lelaki, yang berumur antara 12 dan 16 tahun, lalu wawancarai dan selidiki lingkungan serta latar belakang mereka. Lalu ramalkan kesempatan mereka untuk masa depan.

Setelah para siswa melakukan konsultasi terhadap statistik social, mewawancarai anak-anak lelaki tersebut dan mengumpulkan begitu banyak data, mereka menyimpulkan bahwa 90% dari anak-anak lelaki tersebut akan menghabiskan beberapa waktu mereka di dalam penjara.

Dua puluh lima tahun kemudian, sekelompok siswa lulus lainnya diberikan tugas untuk memeriksa ramalan itu. Mereka kembali ke kawasan kumuh. Sebagian lelaki –yang pada waktu itu– masih tinggal di tempat itu, beberapa telah meninggal, ada pula beberapa yang telah pindah, tetapi mereka dapat berhubungan dengan 180 dari 200 orang anak lelaki yang di data beberapa tahun yang lalu tersebut. Dan mereka menemukan bahwa hanya ada empat dari para lelaki tersebut yang pernah dipenjara.

Mengapa para lelaki, yang tinggal di daerah kumuh dengan tingkat kejahatan yang lumayan tinggi, memiliki catatan rekor yang baik dan cukup mengagetkan ini?

Para peneliti diberitahu: “Ada seorang guru…”

Mereka terus mencari lebih lanjut, dan menemukan dalam 75% kasus tersebut ada seorang wanita yang sama. Para peneliti kemudian menemui guru wanita tersebut yang kini tinggal di sebuah rumah untuk pensiunan guru.

Bagaimana dia telah menggunakan pengaruh yang luar biasa ini kepada anak-anak lelaki tersebut? Bisakah dia memberi alasan mengapa anak-anak lelaki tersebut masih mengingat dirinya?

“Tidak,” dia menjawab, “Aku tidak bisa.” Dan wanita tersebut kembali berpikir ke beberapa tahun belakangan, dia berkata lirih, lebih kepada dirinya: “Aku mencintai anak-anak itu…”

Kisah Inspiratif - Di balik Cermin


Ketika saya masih kecil, kami tinggal di kota New York, hanya satu blok dari rumah Kakek dan Nenek. Setiap malam, Kakek selalu melakukan “kewajibannya,” dan di setiap musim panas, saya selalu ikut dengannya.

Pada suatu malam, ketika Kakek dan saya sedang jalan kaki bersama, saya menanyakan apa bedanya keadaan sekarang dengan dulu, ketika Kakek masih kecil di tahun 1964. Kakek bercerita tentang jamban-jamban di luar rumah dan bukan toilet mengkilap, kuda-kuda dan bukan mobil, surat-surat dan bukan telepon, serta lilin-lilin dan bukan lampu-lampu listrik.

Sementara Kakek menceritakan semua hal-hal indah yang sama sekali tidak pernah terbayang di kepala saya, hati kecil saya mulai penasaran. Lalu saya tanyakan kepadanya,”Kakek, apa hal paling susah yang pernah terjadi dalam hidup Kakek?”

Kakek berhenti melangkah, memandang cakrawala, dan membisu beberapa saat. Lalu Kakek berlutut, menggenggam tangan saya, dan berlinang air mata Kakek mengatakan: “Ketika ibumu dan adik-adiknya masih kecil-kecil, Nenek sakit parah dan untuk bisa sembuh, dia harus dirawat di satu tempat yang namanya sanatorium, untuk waktu yang lama sekali.

Tidak ada orang yang bisa merawat ibu dan paman-pamanmu kalau Kakek sedang pergi kerja, jadi mereka Kakek titipkan di panti asuhan. Para biarawati yang membantu Kakek mengurusi mereka, sementara Kakek harus melakukan dua atau tiga pekerjaan untuk bisa mengumpulkan uang, agar Nenek bisa sembuh dan semua orang bisa berkumpul lagi di rumah.”

“Yang paling sulit dalam hidup Kakek adalah, Kakek harus menaruh mereka di panti asuhan. Setiap minggu Kakek mengunjungi mereka, tetapi para biarawati itu tidak pernah mengijinkan Kakek mengobrol dengan mereka, atau memeluk mereka. Kakek hanya bisa memperhatikan mereka bermain dari balik sebuah cermin satu arah. Kakek selalu membawakan permen setiap minggu, berharap mereka tahu itu pemberian Kakek. Kakek hanya bisa menaruh kedua tangan Kakek di atas cermin itu selama tiga puluh menit penuh, waktu yang mereka ijinkan untuk Kakek melihat anak- anak Kakek, berharap mereka akan datang dan menyentuh tangan Kakek.”

“Satu tahun penuh Kakek lalui tanpa menyentuh anak-anak. Kakek sangat merindukan mereka. Tetapi Kakek juga tahu bahwa itulah tahun yang lebih sulit lagi bagi mereka. Kakek tidak pernah bisa memaafkan diri Kakek sendiri karena tidak bisa memaksa biarawati itu mengijinkan Kakek memeluk mereka. Tetapi kata mereka, kalau diijinkan, itu malah akan lebih memperburuk keadaan, bukan memperbaikinya, dan mereka akan menjadi lebih sulit tinggal di panti asuhan itu. Jadi Kakek  menurut saja.”

Saya tidak pernah melihat Kakek menangis. Kakek memeluk saya erat-erat dan saya katakan kepadanya bahwa saya memiliki Kakek terbaik di seluruh dunia dan saya sangat menyayanginya.

Lima belas tahun berlalu, dan saya tidak pernah menceritakan acara jalan-jalan istimewa dengan Kakek itu kepada siapapun. Dari tahun ke tahun kami tetap rajin jalan-jalan, sampai keluarga saya dan Kakek-Nenek saya pindah ke negara bagian yang berbeda.

Setelah Nenek saya meninggal dunia, Kakek saya mengalami penurunan ingatan dan saya yakin itulah periode penuh tekanan baginya. Saya memohon kepada Ibu untuk memperbolehkan Kakek tinggal bersama kami, tetapi Ibu menolaknya.

Saya terus merengek, “Ini kan sudah kewajiban kita sebagai keluarga untuk memikirkan apa yang terbaik baginya.”

Dengan sedikit marah, Ibu membentak, “Kenapa? Dia sendiri sama sekali tidak pernah perduli pada apa yang terjadi terhadap kami, anak-anaknya!”

Saya tahu apa yang Ibu maksud. “Dia selalu memperhatikan dan menyayangi kalian,” kata saya.

Ibu saya menjawab, ”Kau tidak mengerti apa yang kau bicarakan!”

“Hal tersulit baginya adalah harus menaruh Ibu dan Paman Eddie dan Paman Kevin di panti asuhan.”

“Siapa yang cerita begitu padamu?” tanyanya.

Ibu saya sama sekali tidak pernah membicarakan masa-masa itu kepada kami.

“Bu, Kakek selalu datang ke tempat itu setiap minggu untuk mengunjungi anak-anaknya. Kakek selalu memperhatikan kalian bermain dari belakang cermin satu arah itu. Kakek selalu membawakan permen setiap kali Kakek datang. Kakek tidak pernah absen setiap minggu. Kakek benci tidak bisa memeluk kalian selama satu tahun itu!”

“Kau bohong! Dia tidak pernah datang. Tidak pernah ada yang datang menjenguk kami.”

“Lalu bagaimana aku bisa tahu soal kunjungan itu kalau bukan Kakek yang cerita? Bagaimana aku bisa tahu oleh-oleh yang dibawanya? Kakek benar-benar datang. Kakek selalu datang. Para biarawati itulah yang tidak pernah mengijinkan Kakek menemui kalian, karena kata mereka, akan terlalu sulit bagi anak-anak kalau melihat ayahnya sudah harus pergi lagi. Bu, Kakek menyayangimu, dan selalu begitu!”

Kakek selalu beranggapan anak-anaknya tahu Kakek berdiri di balik cermin satu arah itu, tetapi karena mereka tidak pernah merasakan kehangatan dan kekuatan pelukannya, Kakek pikir mereka telah melupakan kunjungan-kunjungannya. Sementara, Ibu saya dan adik-adiknya beranggapan Kakek tidak pernah datang mengunjungi mereka.

Setelah saya menceritakan kebenaran itu kepada Ibu, hubungannya dengan Kakek mulai berubah. Dia menyadari bahwa ayahnya selalu menyayanginya, dan akhirnya Kakek tinggal bersama kami sampai akhir hidupnya.

¤¤¤¤¤