Umat muslim tentu sangat familiar dengan ungkapan
-ungkapan pujian yang ditujukan kepada Allah. Sebut saja ucapan Alhamdulillah, Masya Allah, Subhanallah dan masih banyak ungkapan pujian yang diambil dari kalimat dzikir lainnya.
Setiap kalimat ini diucapkan dalam waktu-waktu tertentu sesuai kejadian yang sedang dialami. Misalnya saat mendapatkan rezeki, seorang muslim lantas mengucapkan Alhamdulillah. Atau saat melihat kebesaran Allah, maka mengucapkan Allahu Akbar.
Namun, ada yang salah saat mengucapkan kalimat Subhanallah. Biasanya kalimat ini terucap ketika takjub, kagum, melihat hal baik dan indah. Ternyata hal itu salah kaprah, karena sebenarnya, ungkapan Subhanallah seharusnya diucapkan ketika mengalami kondisi berikut. Kondisi seperti apa?
Kalimat Subhanallah memiliki arti Mahasuci Allah. Ada banyak kebaikan ketika seorang muslim mengucapkan kalimat pujian ini. Namun, tentu dalam kondisi yang tepat. Pasalnya kalimat ini biasanya dilafadzkan dengan suara yang keras sehingga terdengar oleh orang lain.
Ternyata ungkapan Subhanallah sering tertukar dengan ungkapan Masya Allah yang berartii “Itu terjadi atas kehendak Allah”. Seharusnya ungkapan Subhanallah diucapkan ketika mendengat keburukan, bukan pada saat mengalami hal-hal yang indah dan menakjubkan.
Sebaliknya, Masya Allah lah yang seharusnya diucapkan ketika mengalami kondisi indah dan menakjubkan tersebut. Namun yang terjadi selama ini justru sebaliknya, Kita mengucapkan kalimat “Masya Allah” pada saat mengalami mengalami keburukan dan bukan mengungkapkannya dalam kondisi yang seharusnya.
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).
Sementara itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa kalimat Subhanallah diungkapkan ketika mendengar atau melihat hal buruk/jelek. Seperti diterangkan dalam HR Tirmidzi berikut ini, yang artinya:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Subhanallah, sesungguhnya mukmin tidak najis.” (HR. Tirmizi).
Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).
Semoga artikel ini memberi manfaat dan ilmu baru serta dapat diamalkan. Jika memiliki referensi serta tambahan lainnya, silakan berkomentar pada kolom di bawah ini.
Post a Comment